Jumat, 04 Oktober 2013

Merokok? Kata Siapa Ga Boleh?


Alkisah ada 3 orang pemuda yang sedang berjalan-jalan di suatu desa. Ketiga pemuda ini bersahabat namun memiliki kesukaan yang sangat berbeda. Pemuda pertama memiliki kebiasaan suka minum-minuman keras (batu x ya keras?!). Arak, topi miring, wiski, wine, sampe air tape dia suka banget. Pemuda kedua memilki kebiasaan suka merokok, segala macam rokok dia hisap. Djarum, gudang garam merah, filter, a-mild, dji sam soe, sampoerna, kijang innova, avanza, honda jazz (lho kok jadi mobil?), pokoknya dia amat suka menghisap segala jenis rokok. Sedangkan pemuda yang lain amat suka main perempuan cantik.

Suatu hari ketiga pemuda ini sedang berjalan-jalan bersama. Ketika melewati suatu kebun, mereka melihat sebuah lampu ajaib. Terinspirasi cerita aladin, mereka pun segera mengusap-usap lampu ajaib tersebut. Tak lama kemudian, keluarlah asap dari lampu tersebut dan menjelma menjadi jin raksasa yang berdiri di depan mereka. "HAHAHAHA, terima kasih. Karna kalian telah mengeluarkanku, sebagai ucapan terima kasih, aku akan mengabulkan 3 permintaan kalian", kata sang jin. Ketiga pemuda yang tadinya takut, seketika berubah senang bukan kepalang.

Pemuda yang pertama pun segera berkata, "Aku mau semua jenis arak dari seluruh dunia, kumpulkan dalam sebuah gua, tutup dengan batu besar, dan jangan ganggu aku selama sepuluh tahun". Tring.. Seketika permintaan pemuda tersebut pun terwujud.

"Aku mau semua cantik wanita dari seluruh dunia, kumpulkan mereka dalam sebuah gua,tutup dengan batu besar, dan jangan ganggu aku selama 10 tahun", kata pemuda yang lain. Daan, Triiing, seketika jin pun mengabulkan permintaan sang pemuda.

Melihat kedua sahabatnya telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, pemuda yang satunya pun mengajukan permintaannya. "Aku mau rokok dari seluruh dunia, kumpulkan dalam sebuah goa, tutup dengan batu besar, dan jangan ganggu aku selama 10 tahun". Dan tring, permintaan pemuda yang ketiga itu pun dikabulkan.

  -----------------------

Setelah 10 tahun, sang jin pun kembali dan berniat membuka gua-gua tempat pemuda-pemuda yang dulu mengajukan permintaan kepadanya. Sang jin pun pergi ke gua pertama dan membuka batu penutup. Ketika batu terbuka, keluarlah pemuda pertama dengan mata merah, perut kusut, rambut buncit (eh tebalik), karna sehari-harinya hanya dihabiskan dengan meminum minuman keras. Tak lama kemudian pemuda itupun jatuh ke tanah dan mati.

Setelah itu, sang jin pun pergi ke gua kedua. Tak lama setelah ia membuka batu penutup, keluarlah pemuda kedua dengan tubuh yang sangat kurus, karna sehari-harinya hanya memuaskan nafsunya dengan wanita-wanita. Tak lama kemudian pemuda itu pun jatuh ke tanah dan mati.

Sang jin tak habis pikir, dengan perasaan masih keheranan ia pun  pergi ke gua yang ketiga. Ketika ia membuka batu penutup gua, keluarlah pemuda yang ketiga dengan keadaan segar bugar bin sehat wal afiat, dan langsung menampar sang jin. Dengan sangat emosi si pemuda pun berteriak, "JIN GOBLOOK, KOREK API NYA MANA..??"

*pesan : merokok adalah sehat. Tanpa KOREK API :)


Senin, 30 September 2013

Komentar Orang Lain Tidak Akan Membuatmu Jadi Apa-Apa

Suatu hari, seorang ayah ingin memberikan  pelajaran hidup kepada putranya tentang bagaimana reaksi manusia terhadap perilaku manusia. Sang ayah mengajak anaknya melakukan perjalanan melintasi beberapa perkampungan dengan menaiki seekor keledai muda.

Ketika tiba di kampung pertama, orang-orang di kampung itu pun berkomentar, “Tega amat tuh bapak dan anak, keledai muda gitu dinaikin berdua. Bener-bener dah, tidak berperikehewanan”.
Sang ayah pun berkata kepada anaknya, “Kau dengar Nak komentar orang-orang itu. Biarlah ayah yang turun, kamu yang naik keledai ini”.

Akhirnya sang ayah berjalan sambil memegang tali keledai tersebut, sementara anaknya naik di atas keledai. Tidak lama kemudian, mereka melintasi sekumpulan orang. Orang-orang itu pun berkomentar, “Anak ga tahu sopan santun. Masak dia naik keledai sementara ayahnya disuruh jalan kaki”.
Sang ayah pun berkata kepada anaknya, “ Kau dengar Nak, bagaimana komentar orang-orang itu. Turunlah, biar ayah yang naik. Kamu yang jalan sambil pegang talinya”.

Akhirnya sang anak turun, dan ayahnya yang naik ke atas. Tak lama, mereka menyusuri sekelompok orang yang lain, orang-orang itu pun berkomentar, “Bapak yang ga punya belas kasihan. Tega bener. Masak bapaknya enak-enakan naik keledai, anaknya disuruh jalan kaki”.
Lagi-lagi sang ayah berkata kepada anaknya. “Kau dengar Nak, bagaimana komentar orang-orang tadi. Kalo begitu, mari kita berdua jalan kaki saja”.

Akhirnya mereka berdua berjalan sama-sama. Tak lama, mereka melewati sekelompok orang yang lain. Lagi-lagi orang-orang itu berkomentar, “Bodoh amat mereka berdua, ada keledai masak mereka malah jalan kaki”.
“Kau dengar Nak komentar orang-orang tadi?” kata sang ayah. “Kalau begitu, ayo kita gendong saja keledai ini”.

Akhirnya mereka berdua pun menggendong keledai itu sambil melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka melewati sekelompok orang, dan komentar orang-orang tersebut malah makin menjadi, “Wah, bapak dan anak gila. Bingung kali tuh mereka. Ngapain keledai digendong kayak gitu”.

Akhirnya, setelah melewati berbagai kelompok orang dalam perjalanannya tersebut, sang ayah pun memberi nasihat kepada anaknya, “Nak, seperti itulah hidup. Setiap tingkah laku kita memang akan mendapat respon dari orang lain. Tetapi kalau kita selalu ingin membuat semua orang suka dengan tindakan kita, sungguh hal itu hanya akan menimbulkan penyesalan semata. Kita tidak akan pernah bisa membuat semua orang menyukai kita, dan suka dengan pilihan hidup kita. Selalu ada yang pro dan kontra. Selalu akan ada dukungan dan penolakan. Selalu ada puji dan caci. Tapi kau harus tetap bertindak. Pilihlah tindakan yang sesuai dengan nuranimu. Jadilah dirimu sendiri, jangan selalu mengikuti ucapan semua orang. Hidupmu, engkaulah sendiri yang menentukan, bukan orang lain”.

Jumat, 27 September 2013

Album Biru Rahman

              Rahman berdiri dari kursi perpustakaan. Buku foto yang baru saja dilihatnya, kembali diletakkan di rak buku yang di bagian atasnya tertulis “The Beauty in Memory”. Rahman baru saja melihat foto-foto kenangan kantor tempatnya bekerja. Senyuman dan keceriaan yang terpancar dari foto-foto tersebut, meskipun banyak yang hanya terlukis hitam dan putih, membangkitkan kenangan Rahman atas kenangan indahnya yang telah dilalui dua tahun ini. Pengalaman indah yang terlebih sering berselimut kegundahan hati, dan kerinduan bertemu dengan keluarga yang ada di Jakarta. Rahman kini memang bekerja pada perusahaan di salah satu pulau di Timur Indonesia.
            Rahman kini termenung. Hujan gerimis yang turun di luar kantor semakin menambah keguratan di dalam hatinya. Awan mendung pada senja itu seakan menampilkan isi hati yang dirasakan oleh Rahman. Saat-saat galau seperti ini, Rahman kembali duduk dan menghidupkan komputer yang memang disediakan di perpustakaan kantornya. Di layar monitor segera muncul icon jendela berwarna biru, kuning, hijau, dan merah, namun cepat berganti menjadi gambar pemandangan pantai dihiasi laut biru nan luas. Rahman segera membuka folder musik dan mengklik icon yang bertuliskan Track 2. Entah apa yang akan terbuka di layar komputernya, ah, dia seakan tak peduli. Tak lama terdengarlah suara anak-anak menyanyi, suara yang begitu polos dan bersih

Who should I give my love to, my respect and my honor to ?
Who should I pay good mind to? after Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father

Subhanallah, hati Rahman bertasbih. Ia ingat lagu ini. Ini adalah lagu ciptaan Yusuf Islam, seorang penulis lagu dan pemusik yang luar biasa. Lagu yang ia ingat berjudul your mother, yang ia dengarkan ketika setahun lalu baru menginjakkan kakinya di Kota Maluku. Lagu yang bersumber dari sabda manusia paling agung, paling pengasih, Rasulullah SAW. Lagu yang bercerita tentang kebaikan–kebaikan seorang ibu terhadap anaknya. Lagu yang menjelaskan kepada siapa kita harus benar-benar mencinta.

Cause who used to hold you and clean you and clothes you
Who used to feed you and always be with you
When you were sick, stay up all night. Holding you tight. That’s right no other.
My mother

            Rahman mendengarkan lirik tersebut dengan syahdu. Ia teringat kepada ibunya. Ibu yang sejak dulu hingga kini selalu ada untuknya, bahkan saat dirinya jauh seperti sekarang. Ketika ia merasa resah, ia pasti selalu menelepon sang ibu dan menceritakan semua masalahnya. Lalu dengan lembut dan bijak, sang ibu memberikan sentuhan pada hati Rahman sehingga ia dapat kembali kuat dan tersenyum menghadapi masalahnya. Ibu yang sepekan sekali selalu menghubunginya sekadar untuk menanyakan kabarnya. Rahman tahu bahwa sang ibu sangat memikirkan dirinya. Walau terkadang ia harus berbohong, saat ibu menelpon dan ia sedang sakit, tapi memberitahu bahwa ia sehat selalu. Tak lain agar sang ibu tidak khawatir kepada dirinya.

Who should I take good care of ? Giving all my love?
Who should I think most of ? After Allah and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hear you before you could talk
Who used to hold you before you could walk
And when you fell who picked you up, clean your cut
No one but your mother, my mother

            Bibir Rahman mengembang, ia tersenyum. Rahman terbayang tentang keponakannya yang baru berumur 1,5 tahun bernama Akbar. Si jagoan yang masih keponakan Rahman satu-satunya. Ia terbayang tingkah pola lucu saat Akbar berjalan berjingkratan. Tingkah lucu saat Akbar berlari kemudian jatuh dan menangis. Tapi kemudian setelah ibunya mengelus kaki dan tangan Akbar, ia bangun dan berlari kembali. Ah, betapa lucunya anak itu. Lidah comel yang baru bisa mengucapkan kata ay, mah, mbah, dan aw. Nada lucu sang keponakan ketika mengucapkannya. Mungkin ia dulu juga seperti itu, walau kini ia sudah tak ingat lagi. Ia membayangkan mungkin dulu saat ia belajar berjalan, ia terjatuh, sang ibu segera berlari dan mengelus lukanya. Saat ia baru bisa menguasai bahasa bayi, mungkin sang ibu selalu setia tersenyum dan mendengarkan suaranya.

Who should I say why close to? Listen most to, never say no to
After Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hug you and buy you new clothes
Calm your head and blow your nose
And when you cry, who wiped your tears? Knows your fears? Who really cares?
My mother.
Say Alhamdulillah. Thank you Allah. Thank you Allah, for my mother
            
               Tak terdengar lagi komputer yang bersuara. Namun tanpa terasa kini berlinang sudah kelopak mata Rahman. Air mata seakan mau tumpah, seperti hatinya yang kini telah basah. Album biru yang tersimpan dalam memori otaknya telah memaksa Rahman untuk menitikkan air mata. Ia menyesal kenapa ia belum mau berusaha memberikan yang terbaik untuk sang bunda. Ia tahu, sang ibu bahkan memberikan hidup untuknya. Saat ia tak pernah terpikir mengirimkan hadiah ulang tahun untuk sang ibu. Padahal, darimana pakaian yang ia kenakan saat ini kalau bukan dari ibundanya tersayang. Dulu, ia malah bermain-main dengan teman-temannya saat ia tahu sang ibu sedang sakit. Ia yang sering menyakiti hati ibunda. Namun, sang ibu selalu tersenyum dan bahkan selalu berusaha menghapus air matanya saat ia menangis. Air mata yang masih menggenang dalam kelopak mata Rahman, kini telah tumpah di hatinya. Ia berjanji, sudah saatnya kini ia berusaha membahagiakan ibu dan ayahnya. Jika ia diberi kesempatan berkunjung, pulang ke tempat ibu dan ayahnya, ia akan mempergunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya Walau ia tahu, apapun yang ia akan lakukan tidak akan pernah bisa membalas semua kebaikan sang ibu dan ayah.

(JF)