Rahman
berdiri dari kursi perpustakaan. Buku foto yang baru saja dilihatnya, kembali
diletakkan di rak buku yang di bagian atasnya tertulis “The Beauty in Memory”.
Rahman baru saja melihat foto-foto kenangan kantor tempatnya bekerja. Senyuman
dan keceriaan yang terpancar dari foto-foto tersebut, meskipun banyak yang
hanya terlukis hitam dan putih, membangkitkan kenangan Rahman atas kenangan indahnya
yang telah dilalui dua tahun ini. Pengalaman indah yang terlebih sering
berselimut kegundahan hati, dan kerinduan bertemu dengan keluarga yang ada di
Jakarta. Rahman kini memang bekerja pada perusahaan di salah satu pulau di
Timur Indonesia.
Rahman kini termenung. Hujan gerimis
yang turun di luar kantor semakin menambah keguratan di dalam hatinya. Awan
mendung pada senja itu seakan menampilkan isi hati yang dirasakan oleh Rahman. Saat-saat
galau seperti ini, Rahman kembali duduk dan menghidupkan komputer yang memang
disediakan di perpustakaan kantornya. Di layar monitor segera muncul icon jendela berwarna biru, kuning,
hijau, dan merah, namun cepat berganti menjadi gambar pemandangan pantai
dihiasi laut biru nan luas. Rahman segera membuka folder musik dan mengklik
icon yang bertuliskan Track 2. Entah apa yang akan terbuka di layar komputernya, ah, dia seakan tak peduli. Tak lama terdengarlah suara
anak-anak menyanyi, suara yang begitu polos dan bersih
Who should I give my love to, my
respect and my honor to ?
Who should I pay good mind to?
after Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your
mother. Who next, your mother
And than your father
Subhanallah,
hati Rahman bertasbih. Ia ingat lagu ini. Ini adalah lagu ciptaan Yusuf Islam,
seorang penulis lagu dan pemusik yang luar biasa. Lagu yang ia ingat berjudul your mother, yang ia dengarkan ketika setahun
lalu baru menginjakkan kakinya di Kota Maluku. Lagu yang bersumber dari sabda
manusia paling agung, paling pengasih, Rasulullah SAW. Lagu yang bercerita
tentang kebaikan–kebaikan seorang ibu terhadap anaknya. Lagu yang menjelaskan
kepada siapa kita harus benar-benar mencinta.
Cause who used to hold you and
clean you and clothes you
Who used to feed you and always be
with you
When you were sick, stay up all
night. Holding you tight. That’s right no other.
My mother
Rahman mendengarkan lirik tersebut
dengan syahdu. Ia teringat kepada ibunya. Ibu yang sejak dulu hingga kini
selalu ada untuknya, bahkan saat dirinya jauh seperti sekarang. Ketika ia
merasa resah, ia pasti selalu menelepon sang ibu dan menceritakan semua masalahnya.
Lalu dengan lembut dan bijak, sang ibu memberikan sentuhan pada hati Rahman
sehingga ia dapat kembali kuat dan tersenyum menghadapi masalahnya. Ibu yang
sepekan sekali selalu menghubunginya sekadar untuk menanyakan kabarnya. Rahman
tahu bahwa sang ibu sangat memikirkan dirinya. Walau terkadang ia harus
berbohong, saat ibu menelpon dan ia sedang sakit, tapi memberitahu bahwa ia
sehat selalu. Tak lain agar sang ibu tidak khawatir kepada dirinya.
Who should I take good care of ?
Giving all my love?
Who should I think most of ? After
Allah and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your
mother. Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hear you before
you could talk
Who used to hold you before you
could walk
And when you fell who picked you
up, clean your cut
No one but your mother, my mother
Bibir Rahman mengembang, ia
tersenyum. Rahman terbayang tentang keponakannya yang baru berumur 1,5 tahun
bernama Akbar. Si jagoan yang masih keponakan Rahman satu-satunya. Ia terbayang
tingkah pola lucu saat Akbar berjalan berjingkratan. Tingkah lucu saat Akbar
berlari kemudian jatuh dan menangis. Tapi kemudian setelah ibunya mengelus kaki
dan tangan Akbar, ia bangun dan berlari kembali. Ah, betapa lucunya anak itu.
Lidah comel yang baru bisa mengucapkan kata ay,
mah, mbah, dan aw. Nada lucu sang
keponakan ketika mengucapkannya. Mungkin ia dulu juga seperti itu, walau kini
ia sudah tak ingat lagi. Ia membayangkan mungkin dulu saat ia belajar berjalan,
ia terjatuh, sang ibu segera berlari dan mengelus lukanya. Saat ia baru bisa
menguasai bahasa bayi, mungkin sang ibu selalu setia tersenyum dan mendengarkan
suaranya.
Who should I say why close to?
Listen most to, never say no to
After Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother.
Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hug you and buy
you new clothes
Calm your head and blow your nose
And when you cry, who wiped your
tears? Knows your fears? Who really cares?
My mother.
Say Alhamdulillah. Thank you Allah.
Thank you Allah, for my mother
Tak terdengar lagi komputer yang bersuara. Namun tanpa
terasa kini berlinang sudah kelopak mata Rahman. Air mata seakan mau tumpah,
seperti hatinya yang kini telah basah. Album
biru yang tersimpan dalam memori otaknya telah memaksa Rahman untuk
menitikkan air mata. Ia menyesal kenapa ia belum mau berusaha memberikan yang
terbaik untuk sang bunda. Ia tahu, sang ibu bahkan memberikan hidup untuknya.
Saat ia tak pernah terpikir mengirimkan hadiah ulang tahun untuk sang ibu.
Padahal, darimana pakaian yang ia kenakan saat ini kalau bukan dari ibundanya
tersayang. Dulu, ia malah bermain-main dengan teman-temannya saat ia tahu sang
ibu sedang sakit. Ia yang sering menyakiti hati ibunda. Namun, sang ibu selalu
tersenyum dan bahkan selalu berusaha menghapus air matanya saat ia menangis.
Air mata yang masih menggenang dalam kelopak mata Rahman, kini telah tumpah di
hatinya. Ia berjanji, sudah saatnya kini ia berusaha membahagiakan ibu dan
ayahnya. Jika ia diberi kesempatan berkunjung, pulang ke tempat ibu dan
ayahnya, ia akan mempergunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya Walau
ia tahu, apapun yang ia akan lakukan tidak akan pernah bisa membalas semua
kebaikan sang ibu dan ayah.
(JF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar