Jumat, 27 September 2013

Album Biru Rahman

              Rahman berdiri dari kursi perpustakaan. Buku foto yang baru saja dilihatnya, kembali diletakkan di rak buku yang di bagian atasnya tertulis “The Beauty in Memory”. Rahman baru saja melihat foto-foto kenangan kantor tempatnya bekerja. Senyuman dan keceriaan yang terpancar dari foto-foto tersebut, meskipun banyak yang hanya terlukis hitam dan putih, membangkitkan kenangan Rahman atas kenangan indahnya yang telah dilalui dua tahun ini. Pengalaman indah yang terlebih sering berselimut kegundahan hati, dan kerinduan bertemu dengan keluarga yang ada di Jakarta. Rahman kini memang bekerja pada perusahaan di salah satu pulau di Timur Indonesia.
            Rahman kini termenung. Hujan gerimis yang turun di luar kantor semakin menambah keguratan di dalam hatinya. Awan mendung pada senja itu seakan menampilkan isi hati yang dirasakan oleh Rahman. Saat-saat galau seperti ini, Rahman kembali duduk dan menghidupkan komputer yang memang disediakan di perpustakaan kantornya. Di layar monitor segera muncul icon jendela berwarna biru, kuning, hijau, dan merah, namun cepat berganti menjadi gambar pemandangan pantai dihiasi laut biru nan luas. Rahman segera membuka folder musik dan mengklik icon yang bertuliskan Track 2. Entah apa yang akan terbuka di layar komputernya, ah, dia seakan tak peduli. Tak lama terdengarlah suara anak-anak menyanyi, suara yang begitu polos dan bersih

Who should I give my love to, my respect and my honor to ?
Who should I pay good mind to? after Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father

Subhanallah, hati Rahman bertasbih. Ia ingat lagu ini. Ini adalah lagu ciptaan Yusuf Islam, seorang penulis lagu dan pemusik yang luar biasa. Lagu yang ia ingat berjudul your mother, yang ia dengarkan ketika setahun lalu baru menginjakkan kakinya di Kota Maluku. Lagu yang bersumber dari sabda manusia paling agung, paling pengasih, Rasulullah SAW. Lagu yang bercerita tentang kebaikan–kebaikan seorang ibu terhadap anaknya. Lagu yang menjelaskan kepada siapa kita harus benar-benar mencinta.

Cause who used to hold you and clean you and clothes you
Who used to feed you and always be with you
When you were sick, stay up all night. Holding you tight. That’s right no other.
My mother

            Rahman mendengarkan lirik tersebut dengan syahdu. Ia teringat kepada ibunya. Ibu yang sejak dulu hingga kini selalu ada untuknya, bahkan saat dirinya jauh seperti sekarang. Ketika ia merasa resah, ia pasti selalu menelepon sang ibu dan menceritakan semua masalahnya. Lalu dengan lembut dan bijak, sang ibu memberikan sentuhan pada hati Rahman sehingga ia dapat kembali kuat dan tersenyum menghadapi masalahnya. Ibu yang sepekan sekali selalu menghubunginya sekadar untuk menanyakan kabarnya. Rahman tahu bahwa sang ibu sangat memikirkan dirinya. Walau terkadang ia harus berbohong, saat ibu menelpon dan ia sedang sakit, tapi memberitahu bahwa ia sehat selalu. Tak lain agar sang ibu tidak khawatir kepada dirinya.

Who should I take good care of ? Giving all my love?
Who should I think most of ? After Allah and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hear you before you could talk
Who used to hold you before you could walk
And when you fell who picked you up, clean your cut
No one but your mother, my mother

            Bibir Rahman mengembang, ia tersenyum. Rahman terbayang tentang keponakannya yang baru berumur 1,5 tahun bernama Akbar. Si jagoan yang masih keponakan Rahman satu-satunya. Ia terbayang tingkah pola lucu saat Akbar berjalan berjingkratan. Tingkah lucu saat Akbar berlari kemudian jatuh dan menangis. Tapi kemudian setelah ibunya mengelus kaki dan tangan Akbar, ia bangun dan berlari kembali. Ah, betapa lucunya anak itu. Lidah comel yang baru bisa mengucapkan kata ay, mah, mbah, dan aw. Nada lucu sang keponakan ketika mengucapkannya. Mungkin ia dulu juga seperti itu, walau kini ia sudah tak ingat lagi. Ia membayangkan mungkin dulu saat ia belajar berjalan, ia terjatuh, sang ibu segera berlari dan mengelus lukanya. Saat ia baru bisa menguasai bahasa bayi, mungkin sang ibu selalu setia tersenyum dan mendengarkan suaranya.

Who should I say why close to? Listen most to, never say no to
After Allah, and Rasulullah
Comes your mother. Who next, your mother. Who next, your mother
And than your father.
Cause who used to hug you and buy you new clothes
Calm your head and blow your nose
And when you cry, who wiped your tears? Knows your fears? Who really cares?
My mother.
Say Alhamdulillah. Thank you Allah. Thank you Allah, for my mother
            
               Tak terdengar lagi komputer yang bersuara. Namun tanpa terasa kini berlinang sudah kelopak mata Rahman. Air mata seakan mau tumpah, seperti hatinya yang kini telah basah. Album biru yang tersimpan dalam memori otaknya telah memaksa Rahman untuk menitikkan air mata. Ia menyesal kenapa ia belum mau berusaha memberikan yang terbaik untuk sang bunda. Ia tahu, sang ibu bahkan memberikan hidup untuknya. Saat ia tak pernah terpikir mengirimkan hadiah ulang tahun untuk sang ibu. Padahal, darimana pakaian yang ia kenakan saat ini kalau bukan dari ibundanya tersayang. Dulu, ia malah bermain-main dengan teman-temannya saat ia tahu sang ibu sedang sakit. Ia yang sering menyakiti hati ibunda. Namun, sang ibu selalu tersenyum dan bahkan selalu berusaha menghapus air matanya saat ia menangis. Air mata yang masih menggenang dalam kelopak mata Rahman, kini telah tumpah di hatinya. Ia berjanji, sudah saatnya kini ia berusaha membahagiakan ibu dan ayahnya. Jika ia diberi kesempatan berkunjung, pulang ke tempat ibu dan ayahnya, ia akan mempergunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya Walau ia tahu, apapun yang ia akan lakukan tidak akan pernah bisa membalas semua kebaikan sang ibu dan ayah.

(JF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar